PPh pasal 22: pajak penghasilan rasa PPN
Anda yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan usaha yang dipungut PPh pasal 22 mungkin merasa asing dengan ketentuan pajak ini. Berbeda dengan PPh pasal 21 dan 23 yang menggunakan kata dasar potong (potongan, pemotongan, memotong, dipotong), PPh pasal 22 menggunakan kata dasar pungut (pungutan, pemungutan, memungut, dipungut).
Apa yang dimaksud dengan PPh pasal 22
Untuk memahami ketentuan PPh pasal 22, silakan Anda simak rumusan ketentuan yang sudah saya modifikasi agar tidak terkesan membosankan seperti umumnya kalimat-kalimat hukum.
Menteri Keuangan dapat menetapkan:
- bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang (huruf a)
- badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain (huruf b)
- Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. [UU PPh pasal 22 ayat (1)]
Kata “dapat” berarti siapa saja yang secara definitif wajib memungut PPh pasal 22 belum diatur di sini, tetapi ditentukan melalui peraturan menteri keuangan. Anda yang menjadi pengusaha perseorangan kemungkinan besar tidak akan memungut pajak ini, tapi bisa menjadi pihak yang dipungut jika Anda membeli barang-barang “sangat mewah” atau membeli kendaraan bermotor.
Well, setidaknya Anda menyadari bahwa barang mewah bukan hanya dipungut PPnBM, tapi yang “sangat mewah” juga bisa dipungut PPh pasal 22.
UU PPh pasal 22 ayat (1) mengisyaratkan transaksi-transaksi penghasilan yang dipungut PPh pasal 22:
- Penghasilan vendor atau rekanan penyedia barang dari instansi pemerintah.
- Penghasilan dari kegiatan di bidang impor, meskipun pemungutannya tidak terjadi saat menjual barang impor, tapi justru saat membeli (mengimpor) barang yang nantinya akan dijual kembali.
- Penghasilan dari kegiatan di bidang-bidang lain, bisa bidang apa saja, suka-suka sang menteri.
- Penghasilan dari pembeli barang yang tergolong sangat mewah. Saya merasa poin ini seperti déjà vu dengan PPN dan PPnBM. Dengan membeli barang yang sangat mewah, Anda berarti sangat kaya.
Poin-poin di atas sengaja diawali dengan kata “penghasilan”, karena meskipun dikenakan saat membeli atau mengimpor, ini adalah pungutan pajak penghasilan.
Sebagian besar PPh pasal 22 bersifat tidak final, Anda bisa mengkreditkan pungutan PPh pasal 22 dari PPh terutang pada akhir tahun. Meskipun demikian, objek-objek pajak tertentu dikenai PPh pasal 22 bersifat final.
Hikmah yang bisa diambil dari kisah ini adalah, PPh final bukan hanya diatur di pasal 4 ayat (2). Anda juga seharusnya sudah tahu, sebagian objek PPh pasal 21 dipotong pajak bersifat final.
Ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan PPh pasal 22 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. [UU PPh pasal 22 ayat (2)]
Besarnya pungutan PPh pasal 22 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP. [UU PPh pasal 22 ayat (3)]
Pemungut PPh pasal 22
Berdasarkan penjelasan pasal 22 UU PPh, yang dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah:
- bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama
- badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain otomotif dan semen
- Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan pajak oleh Wajib Pajak badan tertentu ini akan dikenakan terhadap pembelian barang yang memenuhi kriteria tertentu sebagai barang yang tergolong sangat mewah baik dilihat dari jenis barangnya maupun harganya, seperti kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan kondominium sangat mewah, serta kendaraan sangat mewah.
Penjelasan di atas mulai memberikan contoh kegiatan usaha di bidang lain, yaitu otomotif dan semen.
Menteri keuangan menunjuk pemungut PPh pasal 22 secara selektif. UU PPh juga mengharuskan menteri keuangan tidak memungut PPh pasal 22 yang berdampak mengganggu kelancaran lalu lintas barang. Prosedur pemungutan PPh pasal 22 harus diatur secara sederhana sehingga mudah dilaksanakan.
Mengingat luasnya cakupan PPh pasal 22, WSD akan membahasnya di banyak artikel, satu artikel bisa jadi hanya membahas satu transaksi. Satu hal yang perlu Anda sadari adalah PPh pasal 22 dipungut atas penjualan dan pembelian barang, bukan jasa. Pemotongan atas penghasilan dari penyerahan jasa diatur dalam PPh pasal 21 untuk yang disediakan orang pribadi, dan pasal 23 untuk yang disediakan badan.
Komentar
Posting Komentar