PPN dengan besaran tertentu (pasal 9A)
PPN dengan besaran tertentu, atau PPN final, adalah ketentuan baru yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Konon, ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan administrasi perpajakan serta rasa keadilan, prinsip yang sama dengan yang digunakan dalam pengenaan PPh final untuk UMKM.
UU PPN pasal 9A ayat (1) mengatur Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang:
- mempunyai peredaran usaha dalam satu tahun buku tidak melebihi jumlah tertentu (huruf a)
- melakukan kegiatan usaha tertentu (huruf b)
- melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak (BKP/JKP) tertentu (huruf c)
dapat memungut dan menyetorkan PPN dengan besaran tertentu yang terutang atas penyerahan BKP/JKP.
Frase “PKP yang mempunyai peredaran usaha dalam satu tahun buku tidak melebihi jumlah tertentu” (huruf a) seperti mengarah ke wajib pajak UMKM yang selama ini dikenai PPh final. Di masa depan, pengusaha kecil bisa jadi dibebani dengan kewajiban memungut PPN.
PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu (huruf b) antara lain yang:
- mengalami kesulitan dalam mengadministrasikan Pajak Masukan (PM)
- melakukan transaksi melalui pihak ketiga, baik penyerahan BKP/JKP maupun pembayarannya
- memiliki kompleksitas proses bisnis sehingga pengenaan PPN tidak memungkinkan dilakukan dengan mekanisme normal
Apakah yang dimaksud dengan BKP/JKP tertentu? BKP/JKP tertentu (huruf c) adalah:
- BKP/JKP yang dikenai PPN dalam rangka perluasan basis pajak, dan
- BKP yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak
Contoh BKP/JKP tertentu yang kemungkinan dikenai PPN final adalah jasa pengiriman paket, jasa biro atau agen perjalanan wisata yang bisa berupa paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi wisata, yang penyerahannya tidak didasari pemberian imbalan berupa komisi. Contoh lainnya adalah jasa pengurusan transportasi.
PPN dengan besaran tertentu juga disebut PPN final. Tarifnya disebut tarif PPN final atau tarif efektif, berbeda dengan tarif umum PPN, ditentukan secara khusus melalui Peraturan Menteri Keuangan. Secara logis, seharusnya tarif PPN final jauh di bawah tarif umum yang 11% atau 12%.
UU PPN pasal 9A ayat (2) mengatur PM atas perolehan BKP/JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, yang berhubungan dengan penyerahan oleh PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikreditkan.
Tidak adanya kredit pajak inilah yang dimaksud dengan penyederhanaan administrasi perpajakan. PKP dengan kriteria tertentu hanya perlu memungut dan menyetorkan hasil pemungutannya ke kas negara, serupa dengan PPh final yang berlaku bagi wajib pajak dengan peredaran usaha tertentu.
Komentar
Posting Komentar