NPWP: nomor pokok wajib pajak
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak. NPWP menjadi sarana dalam administrasi perpajakan, sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
NPWP bagi Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia menggunakan nomor induk kependudukan (NIK).
Kewajiban mendaftarkan diri sebagai wajib pajak
UU KUP pasal 2 mengharuskan setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif berdasarkan sistem self assessment, untuk mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak. NPWP diberikan kepada Wajib Pajak yang sudah terdaftar.
Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam UU PPh. UU PPh pasal 2 mengatur subjek pajak bisa orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan, atau bentuk usaha tetap. Subjek pajak juga dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Dengan kata lain, subjek pajak adalah siapa saja yang berpotensi menjadi Wajib Pajak.
Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan dan pemungutan sesuai dengan ketentuan UU PPh. Wajib Pajak bisa orang pribadi atau badan. Wajib Pajak meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan.
Hukum pajak berlaku efektif bagi Wajib Pajak, dan menurut ketentuan ini Wajib Pajak, orang pribadi atau badan, wajib memiliki NPWP.
NPWP merupakan sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP.
NPWP juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan NPWP yang dimilikinya dalam dokumen perpajakan. Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dikenai sanksi, misalnya berupa pengenaan pajak yang lebih tinggi.
NPWP diberikan baik kepada Wajib Pajak badan maupun orang pribadi. Untuk NPWP orang pribadi, prinsip umumnya adalah satu keluarga satu NPWP, yaitu NPWP kepala keluarga (KK). Meskipun demikian, wanita kawin yang telah hidup berpisah (HB) atau menghendaki pemisahan penghasilan dan harta (PH) juga wajib mendaftarkan diri dan memiliki NPWP.
Wanita kawin juga bisa saja memilih untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah (MT). Atas pilihannya itu, wanita kawin tersebut bisa mendaftarkan diri dan memiliki NPWP sendiri.
Dengan digunakannya NIK sebagai NPWP bagi penduduk Indonesia, mendaftarkan diri berarti mengaktifkan NIK untuk berfungsi sebagai NPWP. Bagi penduduk Indonesia yang sudah memiliki NPWP lama, mereka melakukan pemadanan NIK dengan NPWP lama yang sudah dimiliki.
Tempat pendaftaran wajib pajak
Wajib Pajak mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal bagi Wajib Pajak orang pribadi, atau tempat kedudukan bagi Wajib Pajak badan.
Meskipun demikian, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tempat pendaftaran selain tempat tinggal dan tempat kedudukan.
Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tempat pendaftaran pada lebih dari satu kantor DJP, yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan tempat kegiatan usaha dilakukan.
Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat. Contohnya adalah pedagang elektronik yang mempunyai toko di beberapa pusat perbelanjaan. Orang pribadi pedagang elektronik itu wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan juga mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dilakukan.
Penerbitan NPWP secara jabatan
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan NPWP secara jabatan jika Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajibannya untuk mendaftarkan diri. Penerbitan NPWP secara jabatan dapat dilakukan jika berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh DJP ternyata orang pribadi atau badan telah memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP.
Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang NPWP-nya diterbitkan secara jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya NPWP.
Ketentuan di atas mengatur bahwa dalam penerbitan NPWP secara jabatan harus memperhatikan saat terpenuhinya persyaratan subjektif dan objektif dari Wajib Pajak. Wajib Pajak tersebut tidak dikecualikan dari pemenuhan kewajiban perpajakan.
Maksud dari ketentuan ini adalah untuk memberikan kepastian hukum, baik kepada Wajib Pajak maupun Pemerintah, berkaitan dengan kewajiban untuk mendaftarkan diri dan hak untuk memperoleh NPWP. Sebagai contoh, NPWP diterbitkan secara jabatan pada tahun 2008 dan ternyata Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif terhitung sejak tahun 2005, kewajiban perpajakannya timbul terhitung sejak tahun 2005.
Penghapusan NPWP
Penghapusan NPWP dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila:
- diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh Wajib Pajak atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
- Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha
- Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia, atau
- dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan NPWP dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
Komentar
Posting Komentar